TENTANG PELABUHAN
PERIKANAN
Pelabuhan mulai dikenal sejak manusia mengenal transportasi air. Pada awalnya pelabuhan hanyalah merupakan tepian dari perairan yang terlindung dari gangguan alam. Pelabuhan mulai ada di sungai pedalaman yang jauh dari laut. Sejak manusia menggunakan perahu untuk transportasi di lautan, pelabuhan mengalami perkembangan, letaknya tidak lagi di pedalaman tetapi di muara sungai atau teluk yang terlindung dari gangguan alami seperti serangan ombak, angin, dan badai. Semakin lama pelabuhan tidak lagi menjadi tempat labuh perahu-perahu tetapi juga sebagai pusat kegiatan masyarakat. Peran kapal pun berkembang tidak hanya sebagai penangkap ikan atau perhubungan penduduk antar pulau tetapi fungsinya semakin meluas menjadi alat transportasi antar bangsa, pelabuhan pun menjadi tempat akulturasi kebudayaan dari beberapa bangsa (Martinus, 2006).
Pelabuhan
secara umum bisa diartikan sebagai tempat kapal berlabuh dengan aman dan dapat
melakukan bongkar muat barang serta turun naik penumpang (Salim, 1994).
Pelabuhan secara umum dapat diartikan sebagai daerah yang terlindung dari
gangguan alam seperti angin dan gelombang, tempat berlabuh dan bertambatnya
kapal-kapal untuk melakukan bongkar muat barang dan penumpang.
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh,
naik turun penumpang dan / atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang Pelabuhan Perikanan
(Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.10/MEN/2004).
Landasan hukum dari Pelabuhan Perikanan terdapat pada Peraturan Menteri
Perikanan dan Kelautan Nomor Per.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan bahwa:
Sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
Pelabuhan Perikanan mempunyai peranan penting dalam mendukung peningkatan
produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong
pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, pelaksanaan dan pengendalian
sumberdaya ikan, serta mempercepat layanan terhadap kegiatan di bidang usaha
perikanan.
Pembangunan Pelabuhan Perikanan dirancang sesuai dengan kemampuan sumberdaya
wilayah, termasuk sumberdaya kelautan, serta sesuai dengan volume usaha
perikanan di wilayah pengembangan perikanan yang telah ditetapkan. Pelabuhan
Perikanan dibagi menjadi 4 golongan, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
atau tipe A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau tipe B, Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C, dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau
tipe D (Soewito, 2000).
Dalam ilmu manajemen dikenal istilah siklus manajemen (management cycle) yang berarti tindakan perencanaan (planning), diikuti kegiatan pelaksanaan (organizing, coordinating, directing) serta kegiatan pengendalian (controlling). Dari evaluasi nantinya akan diperoleh umpan balik (feed back) berupa data perbaikan untuk keperluan perencanaan selanjutnya. Keseluruhan pengelolaan Pelabuhan Perikanan merupakan penjabaran dari proses manajemen yakni fungsi-fungsi manajemen sebagai operasinya, kepala pelabuhan sebagai managernya dan organisasi pelabuhan perikanan sebagai perangkat kerasnya. Dalam melaksanakan pengelolaan Pelabuhan Perikanan, sesuai dengan struktur organisasi Pelabuhan Perikanan bahwa yang bertindak sebagai manager adalah Kepala Pelabuhan. Oleh karena itu, seorang Kepala Pelabuhan harus melaksanakan prinsip manajemen dalam pengelolaan pelabuhan sehari-hari (Satriya, 2006).
Menurut Kalalo (1996), operasional Pelabuhan Perikanan secara sederhana adalah suatu pemanfaatan fasilitas yang ada di Pelabuhan Perikanan untuk mendorong terselenggaranya kegiatan produksi dan jasa di bidang usaha perikanan. Tingkat keuntungan ekonomis yang diperoleh Pelabuhan Perikanan sebagai basis usaha berdasarkan indikator umum operasional, yaitu pendaratan ikan, kunjungan kapal, penyaluran perbekalan kapal dan penyerapan tenaga kerja.
Operasional Pelabuhan Perikanan harus ditingkatkan sesuai dengan kemajuan usaha penangkapan dan pengembangan Pelabuhan Perikanan. Pendayagunaan pembangunan prasarana Pelabuhan Perikanan sangat tergantung kepada kemampuan menggerakkan unsur yang terlibat dalam pemanfaatan fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi usaha penangkapan. Usaha yang dimaksud adalah masyarakat nelayan, Koperasi Unit Desa (KUD), pembeli ikan, penyalur barang dan jasa, serta berbagai instansi pemerintah yang terkait (Direktorat Bina Prasarana, 1981).
Menurut Lubis (2000), suatu pengoperasian pelabuhan perikanan yang berhasil diantaranya harus mencapai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Baik atau berhasil jika ditinjau dari segi ekonomi.
2) Sistem pembongkaran dan pengelolaan yang efektif dan efisien.
3) Fleksibel dalam menghadapi perkembangan teknologi dan kemampuan untuk melindungi nelayan.
4) Pengoperasian yang baik antara perilaku-perilaku yang berperan dalam Pelabuhan Perikanan personal itu sendiri, nelayan, pengusaha penangkapan, pedagang pengolah koperasi dan organisasi-organisasi lain.
Manajemen pelabuhan merupakan pengelolaan pelabuhan yang meliputi penilaian terhadap fasilitas Pelabuhan Perikanan yang meliputi alur pelayaran, kolam pelabuhan, tambatan, dermaga bongkar muat dan sebagainya. Fasilitas tersebut diharapkan berfungsi secara maksimal dalam hal ini adalah pendayagunaan, sehingga kelancaran kegiatan operasional dapat berimbang terhadap ukuran hasil kerja sebagaimana diharapkan. Jika fungsi itu tidak dijalankan dengan baik maka akan berdampak buruk terhadap lancar tidaknya operasional Pelabuhan Perikanan tersebut (Kramadibrata, 1985).
Untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di laut perlu ditunjang dengan
tersedianya prasarana perikanan, terutama Pelabuhan Perikanan. Pemerintah
melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur membangun salah satu
prasarana perikanan (Pelabuhan Perikanan) di kawasan Kabupaten Pacitan.
Pelabuhan tersebut yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Pacitan.
Pembangunan PPP Tamperan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas usaha penangkapan ikan di Jawa Timur, meningkatkan pemasaran
hasil tangkap dan pengolahan ikan, meningkatkan pendapatan nelayan, serta
melakukan pembinaan kepada nelayan.
Kantor Pelabuhan Perikanan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Kantor pelabuhan mempunyai tugas
memberi pelayanan jasa lalu lintas angkutan laut, keamanan dan keselamatan
pelayaran, serta mengeluarkan surat perijinan kapal. Sebelum berlayar dan
melakukan operasi penangkapan ikan, suatu kapal perikanan harus mempunyai
beberapa surat yaitu surat ijin berlayar yang dikeluarkan oleh Kantor Pelabuhan
serta Surat Ijin Usaha Penangkapan Ikan (SIUP) dan Surat Ijin Pengangkutan Ikan
(SIPI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Widjayanto, 2009).
Dalam Perkembangannya PPP Tamperan Pacitan yang semula hanya pelabuhan Instalasi non Struktural pada 2014 diangkat statusnya menjadi Pelabuhan Struktural (Setingkat Eselon III) dan membawahi 2 instalasi yaitu PP. Pondokdadap Malang dan PP.Tambakrejo Blitar. Dan Namanya diganti menjadi UPT. Pelabuhan Perikanan (PP) Tamperan - Pacitan.
UPT Pelabuhan Perikanan Tamperan terletak di Dusun Tamperan Kelurahan Sidoharjo. Kelurahan Sidoharjo
merupakan salah satu desa di Kabupaten Pacitan yang berada di daerah pesisir.
Berdasarkan data dari kantor kepala desa bahwa Desa Sidoharjo memiliki luas
sekitar 723.430 Ha, desa ini terdiri dari 12 RW dan 42 RT yang tersebar dalam
12 dusun yaitu Dusun Kriyan, Dusun Pojok, Dusun Caruban, Dusun Blebler, Dusun
Tuban, Dusun Jaten, Dusun Plelen, Dusun Balon, Dusun Barak, Dusun Barean, Dusun
Teleng, dan Dusun Tamperan. Desa Sidoharjo memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah utara : Ds.Bangunsari, Ds. Sumberharjo, Kel.PucangsewuSebelah timur : Kel. Pacitan, Kel. Baleharjo Kel. Ploso
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Sebelah barat : Kecamatan Pringkuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar